MENGUAK FENOMENA LSL (LAKI-LAKI YANG BERHUBUNGAN SEKS DENGAN LAKI-LAKI)


Di Indonesia, fenomena keberadaan Laki-laki yang suka berhubungan seks dengan Laki-laki (LSL) sebenarnya sudah lama ada. Namun masyarakat umum tak banyak yang paham dan mengetahui secara pasti. Selain itu, komunitas LSL sendiri enggan menunjukkan keberadaan dan identitas seksual mereka secara terang-terangan. Kini sub-populasi LSL ini mulai meluas, tidak terbatas pada komunitas gay dan waria saja.
Namun ada kelompok pria lain yang suka melakukan hubungan seks sejenis, namun tidak mau dikategorikan dalam gay atau waria.

Komunitas LSL biasanya tertutup dan enggan menonjolkan diri di masyarakat. Itu tak mengherankan karena sampai sekarang keberadaan mereka masih menimbulkan sinisme di tengah-tengah masyarakat. Stigma dan diskriminasi dari masyarakat sangat kuat, apalagi di kalangan penganut agama. Dalih agama, budaya dan norma masyarakat menjadi pemicu penolakan dan pandangan negatif dari masyarakat Indonesia.

Kendati demikian, sejalan dengan perkembangan jaman dan era keterbukaan, kini para LSL ini sudah mulai mencari jenisnya dan membentuk komunitas tertentu yang mulai memperlihatkan jati diri. Mereka sudah terang-terangan berkumpul di suatu tempat bahkan mulai berani mengungkap identitas dan orientasi seksualnya.

Untuk waria cenderung mudah ditemui dalam profesi rias dan kecantikan, hiburan, dan profesi-profesi sektor informal yang memungkinkan mereka untuk bekerja tanpa terlampau dilecehkan dan didiskriminasi. Sedangkan untuk komunitas gay cukup sulit, karena visibilitasnya tidak serta merta nampak nyata. Memang untuk komunitas gay ini dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu gay terutup yang cenderung sembunyi sembunyi dalam mengekspresikan orientasi seksualnya. Jumlah gay tertutup ini cukup banyak dan tersebar di bergai profesi dan strata sosial. Dan gay terbuka, yang membuka status dan mengekresikan identitas dan orientasi seksualnya pada teman, keluarga hingga lingkungan ataupun masyarakat luas. Namun ani atau concern terhadjumlah gay terbuka ini sangat terbatas. Belakangan komunitas LSL ini banyak aktif di berbagai yayasan atau LSM yang bergerak dalam kegiatan penanggulangan HIV/AIDS. Bahkan mereka membentuk jaringan LSM yang khusus menangangani atau concern terhadap komunitas LSL, yaitu Jaringan Gay Waria dan LSL Lainnya Indonesia (GWL-INA).

Gay dan waria, tidak selalu tampak beda. Di banyak tempat di Indonesia gay berkumpul di tempat dugem yang beberapa mengadakan malam khusus gay, atau berkumpul di mall, taman, taman hiburan, terminal angkutan umum, pelabuhan, tempat fitnes, atau kolam renang. Belakangan akses internet juga dapat mempermudah bertemunya para gay. Banyaknya situs-situs jejaring social, seperti facebook, facelink, faceparty, netlog menjadi media bagi gay tertutup untuk menemukan teman sesama gay-nya. Bahkan situs jejaring social khusus kalangan gay, seperti: manjam, gaydar, gayromeo, gayindo, hi5, dll semakin mengeksiskan jalinan jejaring pertemanan dan seksual di kalangan gay tertutup dan gay terbuka.

Pelaku seks sejenis ini sebenarnya tidak hanya dipraktekkan oleh individu yang mengakui dirinya sebagai gay atau homo. Ada banyak pelaku-pelaku seks sejenis, namun dia akan sangat marah dan menolak jika disebut sebagai gay. Mereka umumnya melakukan hubungan sejenis karena beberapa faktor, seperti karena desakan atau dorongan birahi sesaat (eksperimen saat remaja), karena terpaksa (seperti di asrama putra atau di dalam penjara) hingga karena alasan ekonomi (seperti para gigolo yang juga melayani seks sejenis demi mendapatkan lembara rupiah) hingga yang melakukan hubungan sejenis karena variasi seks alternatif.
Belakangan di kota-kota besar, perilaku seks sejenis karena alasan variasi seks mulai marak. Para pria yang sukses dalam karier, mencoba melakukan hubungan sejenis demi membangun suatu imajinasi yang belum pernah dilakukan atau tidak mungkin karena adanya berbagai sebab. Dalam istilah kekinian, para pria yang melakukan hubungan seks sejenis, namun mereka menolak atau marah bila dilabeli sebagai gay, ini dikenal dengan LSL Lainnya.
Konsep 'menyimpang' atau 'penyimpangan' yang sering kali dijadikan alasan untuk menolak homoseksualitas dan transgenderisme, sejatinya harus dihilangkan. Karena setiap manusia harus melihat manusia lainnya berdasarkan pendekatan hak asasi manusia (HAM). Apalagi berdasarkan Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDJ), disebutkan, gay dan lesbi tidak dimasukkan dalam kategori gangguan jiwa dan deviasi seksual.
Sebabnya, keadaan tersebut merupakan manifestasi seksualitas manusia sebagaimana halnya dengan hetero dan biseksual.

One Response so far.

  1. Unknown says:

    bosan aku dengan lawan jenis, tidak ada sensasi yang bisa aku rasakan, ketika aku mencoba hal baru dengan sesama jenis..kenikmatan yang luar bisa aku dapatkan lebih...lebih...dan lebih dari apapun, mau contact aku??? 0821 4757 4198 / 0823 6910 7705 (Haryadi) buka fb aku komunitas homo / gay cari pasangan

Leave a Reply